20 Agustus 2008

KEMISKINAN ANTARA MASYARAKAT DAN PEMERINTAH





Oleh: Ana Fatda)

Makan ngak makan asal ngumpul 2x
Makan ngak makan 2x
Asal ngumpul


Bait diatas sangat familiar ditelinga kita, terlebih lagi slogan tersebut sangat lekat pada salah satu suku bangsa yang ada di negara kita. Bait tersebut mengisyaratkan bahwasannya kebersamaan lebih utama dari pada hanya untuk memikirkan soal makan atau hal-hal yang lain. Kebersamaan atau kekeluargaan merupakan segala-galanya, tidak ada yang berada lebih tinggi dari hal tersebut.

Lalu jika kita menelaah terhadap keadaan saat ini apakah hal tersebut masih berlaku? Pasti nya ada dua jawaban ya atau tidak. Tidak, berfikir secara logis saja mana mungkin seseorang saat ini rela mengorbankan dirinya tanpa ada sesuatu yang diharapkan, apa lagi jika itu terkait akan hal-hal yang bersifat kelangsungan hidup mereka. Ini bukan zaman dahulu kawan! Dimana segala sumber kebutuhan masih dapt diperoleh dengan mudah dan murah, sekarang sudah era individualis, yang berkuasa yang menang.

Ya,mungkin ini merupakan jawaban keterpaksaan yang akan terdengar. Mengapa demikian? Bayangkan saja kebutuhan untuk hidup saat ini biayanya sudah sangat tinggi. Sebentar-sebentar sudah terhembus kabar harga barang-barang terutama kebutuhan pokok melonjak naik. Membuat masyarakat harus berusaha keras untuk memutar otak bagaimana cara agar dapur tetap mengepul. Tetapi bagaimana akan memutar otak, jika energi yang dibutuhkan sebagai asupan untuk hal tersebut masih melayang-layang.

Kehidupan di negara ini semakin hari semakin susah, semakin hari semakin mengalami kemunduran. Kalangan bawah menjadi semakin miskin, sementara kalangan atas menjadi semakin kaya. Rakyat menjerit kelaparan, dewan menjerit dengan perdebatan yang berujung bentrokan.

Kesusahan rakyat telah menjadi sebuah “screen saver” bangsa ini. Setiap bulannya harga kebutuhan ada saja yang naik, sementara upah atau gaji masyarakat tidak naik Jika ada kenaikan upah atau gaji (baru sekedar pengumuman), harga-harga telah terlebih dahulu naik sama saja “stagnasi”, para petani pun bernasib yang sama. Ambil saja contohnya rencana kenaikan BBM, belum naik tetapi harga bahan kebutuhan pokok sudah melonjak tajam. Jika dibandingkan dengan kenaikan harga yang terjadi, pendapatan masyarakat sangat kecil atau tidak berbanding baik atau sangat kecil dengan harga-harga yang ada di pasaran.

Patutkah pemerintah disalahkan? Disatu sisi pemerintah saat ini hanya menjalanakan tugas dan kewajibannya, kenaikan harga merupakan suatu tuntutan yang tak dapat dielakkan. Jika tidak melakukan hal ini maka pendapatan negara dan belanja negara akan mengalami devisit, sedangkan biaya-biaya seperti gaji para pegawai, upah buruh, biaya pembangunan untuk daerah-daerah, pembayaran hutang luar negeri dan lain sebagainya harus ada dan mencukupi. Jika tidak dari hal ini apalagi yang harus dilakukan oleh pemerintah.

Disatu sisi lagi jika kita menelaah kebelakang, mungkin kita bisa melihat akar permasalahan ini. Pemerintahan yang otoriter dan adanya monopoli dalam perdagangan yang dilakukan menjadikan kondisi kita seperti sekarang ini. Tidak adanya keterbukaan dan korupsi yang merajalela, menimbulkan hutang yang banyak dan itu semua harus ditanggung oleh rakyat dan pemerintah saat ini. Kebiasaan yang telah menjadi akar di dalam tubuh pemerintahan dahulu telah turun kepada pemerintah selanjutnya. Hal ini lah yang menjadikan masyarakat semakin susah, jatah raskin yang diturunkan untuk masyarakat miskin berangsur-angsur “disunat”, hingga sampai ketangan rakyat tidak sesuai dengan dana yang telah ditentukan, bahkan sering kali terjadi kecurangan orang yang berkecukupan malah mendapatkan jatah tersebut sementara rakyat miskin hanya bisa gigit jari dan membayangkan jatah mereka yang telah terbang kepada orang yang tidak tepat.

Jikalau pemerintah mau lebih tegas. menindak bahkan sangat tegas untuk menindak para pelaku kecurangan ini, bukan hanya dengan gertakan atau hukuman yang sebentar saja seperti yang terjadi pada saat ini, koruptor dalam penanganan kasusnya hanya terjadi tarik ulur sehingga mereka menganggap hal ini sudah biasa toh, mereka akan dibebaskan juga tanpa ada tindak hukum yang tegas. Keinginan pemerintah dan masyarakat akan negara yang adil, makmur, dan sejahtera bisa terwujud dan bukan merupakan suatu impian belaka.

Tidak ada komentar: