19 Oktober 2009

Menulis Itu Keterampilan Berbahasa

Oleh: DM. Thanthar

Menulis adalah salah satu bagian dari keterampilan berbahasa. Artinya, seseorang yang disebut sebagai orang yang terampil berbahasa jika ia juga terampil menulis. Dengan demikian, seseorang yang menyatakan dirinya sebagai ahli bahasa idealnya mahir menulis.

Kemampuan menulis merupakan satu bagian penting dari keterampilan berbahasa disamping kemampuan mendengar, menyimak, dan berbicara. Keterampilan menulis sangat penting untuk dikuasai, terutama oleh kaum terpelajar. Hanya saja peminat keterampilan menulis masih sangat kurang. Dari sekian juta masyarakat Indonesia, masih didominasi oleh manusia-manusia yang lumpuh menulis. Bahkan kalangan terpelajar sendiri masih banyak yang 'alergi' untuk menulis. Ketika hal tersebut dipertanyakan maka bermunculan berbagai retorika bahkan tuding menuding untuk mencari kambing hitam.

Terlepas dari semua itu, ketika minat menulis itu ada maka akan banyak cara untuk mengasah keterampilan menulis itu. Salah satunya dengan membentuk kelompok-kelompok diskusi tentang kepenulisan. Atau bisa juga dengan mengelola majalah kampus dan media tulisan lainnya. Artinya, jika tulisan kita belum mampu menembus majalah-majalah, koran-koran, ataupun jurnal-jurnal ilmiah maka terbitkan saja majalah sendiri. Keberadaan media tulisan yang dikelola sendiri atau kelompok akan menjadi arsip bagi tulisan-tulisan yang pernah kita buat.

Untuk memulai menulis sebenarnya gampang. Mudah bana. Belum mencoba sudah mengatakan sulit, itu jelas keliru. Bagi yang ingin mencoba, paling tidak bisa diterapkan beberapa langkah sederhana, di antaranya:

Pertama, anda harus memiliki kepedulian terhadap orang dan lingkungan sekitar. Hal ini terkait dengan manusia sebagai makhluk sosial. Zoon Politicon, kata Aristoteles. Oleh karena itu manusia tentu selalu mempunyai keinginan untuk larut dan bergaul dengan orang serta lingkungannya. Keinginan hidup bersama dalam suatu tatanan interaksi itulah yang menjadi dasar dan inti kehidupan berasyarakat.

Bergaul dengan sebanyak mungkin orang, badan kemasyarakatan, dan organisasi untuk mengembangkan bakat anda. Caranya, adalah dengan pengamatan yang intensif terhadap berbagai gejala yang berlangsung. Disitu, seorang calon penulis dituntut memiliki kepekaan sosial. Artinya, seorang penulis harus selalu mengasah ketajaman mata pisau pengamatannya.

Kedua, bangun kegemaran dan kebiasaan membaca. Menulis memang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan membaca. Agar menjadi penulis, gemar membaca merupakan salah satu syarat mutlak. Rajin dan teratur membaca akan membuat seseorang terlatih dan terbiasa berfikir kritis analitis. Berfikir kritis analitis tersebut merupakan kriteria utama yang harus dimiliki seorang penulis. Melalui membaca, daya imajinasi akan tumbuh dan berkembang, wawasan berfikir juga akan makin luas. Dengan kata lain, membaca merupakan upaya memancing ide-ide kreatif.

Ketiga, anda harus giat berlatih. Tanpa latihan yang rutin tak akan ada yang bisa menjadi sesuatu sesuai yang diimpikan. Apapun bidang yang digeluti oleh orang-orang sukses, latihan merupakan langkah yang pernah mereka lalui. Cara berlatih menulis itu sederhana saja yakni dengan membiasakan menuliskan apa saja yang terjadi dalam keseharian anda. Lakukan secara terus menerus dan kemudian tingkatkan dengan menulis dengan lebih serius. Setelah itu mulai coba mengirimkan tulisan anda ke berbagai media dengan tujuan publikasi.

Jika anda telah memulai maka jangan pernah berhenti. Sekarang anda membaca tulisan orang, besok atau lusa tulisan anda yang akan dibaca orang. Tanamkan keyakinan itu pada diri anda. Selamat mencoba. (Kingdon181)

03 Maret 2009

Valentine Day Bukan Hari Kasih Sayang

Maninjau, GUWO News – Selasa(3/3/09). Valentine Day (VD) pada dasarnya merupakan hari untuk mengenang kematian Valentino, yakni seorang yang berani menentang kebijakan Kaisar Romawi Kuno tentang pelarangan untuk menikah kepada para pemuda.

Alasan mendasar dari kebijakan kaisar romawi kuno tersebut adalah akan melemahnya fisik para pemuda setelah mereka menikah. Hal itu terkait dengan tujuan kaisar yang terobsesi membangun pasukan perang yang tangguh untuk menghadapi musuh-musuhnya.

Munculnya sosok Valentino sebagai penentang kebijakan merupakan ancaman bagi kaisar dalam mewujudkan obsesinya sehingga Valentino ditangkap dan divonis hukuman mati oleh kaisar. Kondisi itu memunculkan simpati masyarakat Romawi Kuno kepada Valentino sehingga mereka menjadikan Valentino sebagai simbol kekuatan kasih sayang.

Sementara itu, kaisar sendiri mengadakan semacam perayaan setiap tanggal 14 Februari - yang merupakan tanggal kematian Valentino - sebagai peringatan kepada rakyatnya yang berani menentang kebijakan kaisar.

Pada perkembangan selanjutnya tanggal 14 Februari dikenal sebagai Valentine Day dan gaungnya menyebar ke seluruh penjuru dunia, sampai ke Indonesia. Peringatan VD itu dimaknai dengan perayaann yang beragam oleh tiap-tiap masyarakat sehingga menjadi semacam perayaan yang pada akhirnya disebut dengan Hari Kasih Sayang.

Aneh memang, karena secara arti kata sangat tidak sesuai Valentine Day diartikan dengan Hari Kasih Sayang. Akan tetapi dinamika masyarakat Indonesia yang cenderung latah dalam mengikuti perkembangan dunia luar menjadikan VD mengakar dalam kehidupan masyarakat, khususnya generasi muda.

Antusias generasi muda sangat terlihat ketika mendekati tanggal 14 Februari. Mereka membeli bermacam-macam kado untuk sang kekasih atau untuk orang-orang yang mereka kasihi. Kado utama tentunya berupa boneka cinta dengan warna pink dan kado-kado lainnya yang juga didominasi warna pink. Bahkan lebih dari itu, VD menjadi semacam legalitas untuk melakukan seks bebas. Faktanya, saat malam VD penjualan kondom meningkat tajam bahkan beberapa apotek pun kehabisan stok alat kontrasepsi itu.

Tragis, masyarakat Minangkabau yang memiliki sistem nilai yang begitu anggun dan terhormat telah cenderung berubah menjadi masyarakat yang juga latah budaya asing. Penilaian itu memang tidak menyeluruh karena masih ada beberapa kelompok generasi muda yang memiliki upaya untuk menyikapi budaya asing secara cerdas dan kritis. Mereka mungkin akan dipandang aneh dan dianggap sebagai kelompok yang tidak mengikuti perkembangan zaman. Akan tetapi dalam pengamatan saya, justru mereka merupakan penyelamat wajah Minangkabau yang telah banyak tercoreng.

Saya sadar, akan lahir beragam interpretasi terhadap tulisan ini tetapi itu merupakan hal yang lumrah karena tiap individu mempunyai pola pikir sendiri yang didasasi latar belakang kehidupan, pemahaman ilmu, dan dasar sistem nilai di keluarga masing-masing. Perbedaan tersebut akan menentukan tujuan hidup tiap individu. Hanya dua tujuan hidup manusia yakni tujuan duniawi dan tujuan ukhrawi. Namun demikian pemahaman terhadap kedua tujuan hidup itu hendaknya jangan dilakukan dengan menggunakan pola pikir sempit karena pembagian itu hanya sebagai fokus saja.

Penjelasan sederhananya, Duniawi meliputi pengabaian urusan akhirat tetapi bisa juga tidak mengabaikan tujuan akhirat hanya saja urusan dunia lah yang lebih mendominasi kehidupan golongan ini dengan makna materi. Sementara itu Ukhrawi bukan berarti mengabaikan urusan dunia melainkan selalu menjadikan aktivitas dunia bermakna ibadah. (dmt)

06 Januari 2009

LIMA PRASASTI DI MUSEUM BALAPUTERA DEWA PALEMBANG




Oleh: DM. Thanthar

Prasasti adalah sumber sejarah dari masa lampau yang ditulis pada batu, logam, gerabah, kayu, batubata, porselin, dan lontar. Prasasti disebut sebagai sumber sejarah karena tulisan pada prasasti biasanya memuat informasi tentang berbagai hal, diantaranya ancaman atau sumpah kutukan, ekspensi, dll. Selain itu informasi yang terkandung dalam prasasti merupakan salah satu sumber yang menggambarkan kondisi masyarakat atau kerajaan pada zamannya.

Indonesia memiliki banyak sekali prasasti. Hal itu tidaklah aneh karena Indonesia merupakan daerah kepulauan yang pada masa lampaunya terdiri dari banyak kerajaan-kerajaan besar dan kecil. Misalnya Kerajan Kutai di pulau Kalimantan, Majapahit di pulau Jawa, Sriwijaya di Sumatera, Ternate dan Tidore di Maluku, dan banyak lagi kerajaan-kerajaan lainnya. Namun demikian tidak semua prasasti dari kerajaan tersebut dapat ditemukan oleh para ahli arkeologi dan ahli historiologi. Kemungkinan secara sederhananya, mungkin tidak semua kerajaan yang pernah ada di Indonesia memiliki prasasti atau para arkeolog dan sejarahwan yang belum berhasil menemukan prasasti-prasasti tersebut. Lainnya, tentu saja kerajaan-kerajaan yang ada setelah manusia mengenal kertas sangat kecil kemungkinan membuat prasasti.

Dari beberapa prasasti yang telah ditemukan oleh para arkeolog dan sejarahwan, diantaranya adalah prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya. Ada lima prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya, yaitu Prasasti Telaga Batu, Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuo, Prasasti Kota Kapur, dan Prasasti Boom Baru.

Prasasti Telaga Batu ditemukan di Desa Telaga Batu Kecamatan Ilir Timur Pelembang Sumatera Selatan. Prasasti tersebut tidak memiliki angka tahun tetapi ditulis menggunakan huruf Palawa dengan bahasa Melayu Kuno. Tulisan-tulisan pada Prasasti Telaga Batu terdiri dari 28 baris yang memuat informasi tentang kutukan terhadap siapa saja yang tidak taat kepada pemerintah (raja). Selain itu, juga menjelaskan susunan ketatanegaraan Kerajaan Sriwijaya.

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan di Desa Kedukan Bukit, di tepi Sungai Tatang (anak Sungai Musi), tepatnya di kaki Bukit Seguntang. Prasasti tersebut berangka tahun 605 saka / 683 M. Prasasti Kedukan Bukit ditulis menggunakan huruf Palawa yang berbahasa Melayu Kuno. Terdiri dari 10 baris yang berisi tentang Jaya Siddhayatra (perjalanan suci) penguasa Kerajaan Sriwijaya yang bergelar Dapunta Hyang. Perjalanan itu merupakan ekspedisi militer Kerajaan Sriwijaya.

Prasasti Talang Tuo ditemukan di Desa Talang Tuo, Palembang. Berangka tahun 606 saka / 684 M dan ditulis menggunakan huruf Palawa yang berbahasa Melayu Kuno. Tulisan prasasti yang terdiri dari 14 baris itu berisikan pernyataan tentang pembangunan Taman Sriksetra oleh Dapunta Hyang Srijayanasa.

Prasasti Kota Kapur ditemukan di Desa Kota Kapur, Bangka, Sumatera Selatan. Prasasti tersebut berangka tahun 608 saka / 686 M. Prasasti yang juga ditulis menggunakan huruf Palawa dengan bahasa Melayu Kuno itu terdiri dari 10 baris yang memuat informasi tentang sumpah kutukan dan upaya ekspansi ke Pulau Jawa.

Prasasti Boom Baru ditemukan di Desa Boom Baru, Palembang, Sumatera Selatan. Sampai saat ini prasasti yang terdiri dari 11 baris itu masih belum berhasil dibaca sehingga informasi yang terkandung dalam prasasti tersebut belum bisa diketahui.

Jika kita amati, lima prasasti tersebut dinamakan sesuai dengan nama daerah tempat ditemukan. Padahal pada zamannya, saat prasasti itu dibuat, mungkin saja prasasti-prasasti tersebut memiliki sebutan yang berbeda. Akan tetapi, hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar karena rentang waktu (temporal) antara prasasti itu dibuat dengan saat ditemukan sangat panjang sekali.

Lima prasasti tersebut dapat anda temui di Museum Balaputera Dewa Palembang, tepatnya di Gedung Pameran II. Hanya saja yang anda jumpai di Museum Balaputera Dewa itu adalah replikanya saja karena prasasti yang asli berada di Museum Nasional Jakarta.

Demikianlah lima prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang telah ditemukan. Walau belum masih ada prasasti yang belum berhasil dibaca tetapi keberadaan prasasti-prasasti tersebut telah menjadi penguat alasan untuk menjadikan Palembang, sampai saat ini, sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya. Namun demikian, berbicara mengenai sejarah klasik biasanya selalu memunculkan kemungkinan-kemungkinan sehingga jika ditemukan informasi (fakta) terbaru tentu saja akan mungkin melahirkan kesimpulan yang berbeda atau malah akan makin menguatkan kesimpulan yang terdahulu.(DMT)
***