18 Agustus 2008

Bayarlah Upah Sebelum Keringatnya Mengering


Judul Buku : Bayarlah Upah Sebelum Keringatnya Mengering
Pengarang : Eggi Sudjana
Penerbit : PPMI
Tempat Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2000
Jumlah Halaman : x + 87 hlm




Resensi Saek Guwo

Buku ini membahas mengenai nasib kaum buruh di Indonesia. Kaum buruh telah menjadi korban konspirasi yang sangat kejam. Satu per satu permasalahan seputar kaum buruh diungkapkan sehingga akar masalah perburuhan di Indonesia mulai terkuak. Pendekatan yang digunakan dalam buku ini adalah pendekatan religius. Dengan pendekatan itulah penulis buku ini mencoba memberikan jawaban dengan wacana baru dan paradigma baru.
Persoalan perburuhan di Indonesia memiliki sifat yang kompleks dan tidak hanya berasal dari hubungan industrial saja melainkan juga berkaitan dengan politik perburuhan dan intervensi negara, termasuk di dalamnya militer. Hal tersebut, menurut Eggi, berkaitan dengan politik pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan, stabilitas, dan distribusi.

Indonesia, sebagai salah satu negara dengan penduduk yang terbesar di dunia, sebenarnya memiliki keuntungan dengan jumlah sumber daya manusia tersebut. Jumlah yang besar itu dapat menjadi potensi yang besar pula, tentunya apabila sumber daya manusia yang besar tersebut memiliki produktivitas dan kemampuan yang handal. Sebaliknya, jumlah yang besar tersebut hanya akan menjadi beban jika jumlah tersebut tidak memiliki nilai produktivitas apapun. Konsekuensi dari realitas seperti itu akan menyebabkan rendahnya tingkat pendapatan, baik per kapita daerah maupun nasional. Kondisi itu terlihat pada tiga puluh tahun terakhir, Indonesia hanya mencapai tingkatan negara dengan income per kapita hanya mencapai lebih kurang US$ 1100.

Krisis ekonomi menambah runyamnya situasi ketenagakerjaan di Indonesia. Anjloknya nilai rupiah mengakibatkan merosotnya daya beli masyarakat dan macetnya produksi barang dan jasa. Dampaknya, terjadi PHK massal di Indonesia. Pengangguran mencapai jumlah puluhan juta jiwa, sehingga menambah beban perekonomian bangsa.
Buruknya strategi pembangunan dibidang ketenagakerjaan bukan sekedar kurangnya orientasi terhadap pemberdayaan buruh, melainkan berimbas kepada perencanaan substansialnya, mulai dari paradigma hingga perencanaan teknis yang tidak memperhitungkan seluruh elemen yang berkaitan dengan buruh, ketenagakerjaan, dan pembangunan nasional.

Nasib buruh lebih buruk lagi, terutama setelah munculnya gelombang krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998. sejumlah pekerja mengalami pemotongan upah dan sejumlah besar lainnya telah mengalami PHK massal.
Secara umum, penyebab buruknya kondisi buruh di Indonesia adalah: pertama, lemahnya posisi tawar (bargaining power) tenaga kerja ketika berhadapan dengan pemilik perusahaan atau industri; kedua, tidak adanya organisasi pekerja yang cukup berbobot dan mempunyai kualifikasi, sebagai lembaga, untuk mewujudkan aspirasi dan kepentingan tenaga kerja; ketiga, kurang responsif dan akomodatifnya kebijakan pemerintah terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka sangat dibutuhkan perhatian yang penuh dan kesungguhan pemerintah. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah hendaknya lebih berorientasi kepada kepentingan buruh, tentunya tanpa membuat pihak perusahaan tertekan pula. Selama ini yang terjadi adalah buruh menjadi objek untuk kepentingan politik pemerintah. Dalam bukunya ini, Eggi menawarkan solusi agar kebijakan pemerintah berisikan: pertama, kebijakan pemerintah bukan hanya sekedar instrumen tetapi merupakan akses; kedua, kebijakan pemerintah seharusnya mendorong kuantitatif dan mendidik kualitatif; ketiga, pemerintah merupakan sarana untuk membangun sistem (Undang-undang dan kebijakan).

*****

Tidak ada komentar: