18 Agustus 2008

IDEOLOGI KAUM INTELEKTUAL; Suatu Wawasan Islam


Judul Buku : IDEOLOGI KAUM INTELEKTUAL; Suatu Wawasan Islam
Pengarang : Ali Syariati
Penerbit : Mizan
Tahun Terbit : 1989
Jumlah Halaman : 185 hlm


Resensi Donk Guwo


Ali Syariati adalah seorang pemikir muslim kontemporer yang terkemuka. Hal tersebut diungkapkan oleh Jalaluddin Rahmad dalam kata pengantarnya untuk buku ini. Dalam buku ini Ali syaruati menyerukan bahwa jangan pernh merasa puas dalam menimba ilmu. Ilmu haruslah dimanfaatkan dalam kehidupan bermasyarakat sehingga perjuangan para rasul dapat dilanjutkan. Hidupkan kesadaran diri masyarakat Islam untuk merubah dunia dengan bimbingan Islam.

Ali juga memaparkan bahwa bukan orang-orang timur yang belajar dari barat, tetapi orang-orang baratlah yang pada awalnya berguru ke timur karena timur memiliki pemahaman keyakinan dasar dan proses sejarah yang membentuk mereka. Sesuai dengan judul bukunya, Ideologi Kaum Intelektual, Ali menegaskan kembali peran agama sebagai ideologi, dalam pengertian sebagai keyakinan yang dipilih secara sadar untuk memberikan respon pada kebutuhan dan masalah masyarakat yang terjadi. Agama sebagai ideologi bukanlah agama yang mempertahankan dan melegitimasikan status quo, tetapi agama yang memberikan arah kepada bangsa untuk mencapai apa yang dicita-citakan.
Buku ini terdiri dari empat bagian yang masing-masing bagian berisi pandangan dan pemikiran Ali Syariati mengenai tata cara kehidupan bermasyarakat dan menerapkan ideologi agama, dalam hal ini Islam, sebagai sebuah tatanan hidup dalam masyarakat. Pemikiran-pemikiran Ali tersebut berdasarkan pada Al-Qur’an yang dikaitkan dengan realita kehidupan bangsa dengan tidak pula mengabaikan pemikiran, konsep, dan teori dari tokoh-tokoh barat.

Pada bagian pertama, dengan sub judul Kebudayaan dan Ideologi, Ali menjabarkan bagaimana sebuah kebudayaan berkembang menjadi sebuah peradaban. Kebudayaan dan peradaban dibangun oleh Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Zorroaster, Budha, Conficius, Lao Tse, dan Nabi Muhammad. Satu-satunya fungsi mereka adalah menciptakan masyarakat baru dan gerakan-gerakan baru baik kepada para ilmuwan, seniman, filsuf, dan lainnya yang pada akhirnya memunculkan peradaban baru.

Kebudayaan dan peradaban barat telah mengambil bentuk-bentuk baru. Hanya saja, yang sangat disayangkan oleh Ali, adalah penerimaan kebudayaan barat yang tanpa filterisasi oleh bangsa-bangsa timur, sehingga yang terjadi adalah pembaratan bukannya asimilasi budaya dengan nilai positif. Padahal sebuah bangsa yang memiliki kesadaran identitas kebangsaan akan mampu melahirkan kebudayaan dan peradaban yang baru.

Ideologi dikaitkan juga oleh Ali dengan filsafat, walaupun sebenarnya ideologi hanya sedikit berkaitan dengan filsafat. Ideologi mempunyai tingkatan yaitu: bagaimana cara seseorang memahami dan menerima alam semesta dan manusia; bagaimana memahami dan mengevaluasi segala benda dan gagasan yang membentuk lingkungan sosial dan lingkungan mental, serta penyodoran usulan, metode, pendekatan, dan ide-ide yang akan dimanfaatkan untuk mengubah status quo yang tidak memuaskan. Ideologi menuntut kaum intelektual untuk bersikap setia. Demikianlah yang dipaparkan Ali dalam bagian kedua bukunya.

Pada bagian ketiga, Ali mengupas mengenai peradaban dan modernisasi. Tidak semua kebudayaan dan peradaban dapat dijalankan karena disesuaikan dengan jiwa zaman. Pada bagian akhir bukunya, bagian empat, Ali membahas tentang kisah nestapa kaum tertindas. Bagian akhir tersebut merupakan pengalaman Ali sendiri. Walaupun besar perhatian Ali terhadap kaum lemah dan tertindas tetapi Ali tidak serta merta menyalahkan para pembesar (penguasa) yang lebih memikirkan kepentingan pribadi, kelompok, dan golongannya di atas kepentingan rakyatnya.

*****

1 komentar:

Unknown mengatakan...

bang punya bukunya gak?