23 September 2008

SENI DALAM RELIGI DAN PENGOBATAN



Oleh: Ana Fatda

Seni merupakan sesuatu yang terdapat di dalam diri manusia, yang telah ada semenjak manusia itu lahir. Akan tetapi, tidak semua manusia dapat “mengerti” akan seni itu sendiri. Sebagian orang yang “mengerti” akan seni tersebut mereka dapatkan secara alami, maksud nya mereka memperoleh pengetahuan seni tersebut bukan dari pendidikan melainkan mereka gali secara otodidak melalui potensi seni yang telah ada di dalam diri mereka. Selain itu ada juga yang “mengerti” akan seni tersebut melalui pendidikan yang bergelut dalam bidang seni.

Menelaah ke zaman dahulu, seni sangat erat kaitannya dengan sistem religi dan pengobatan. Masyarakat zaman dahulu menggunakan seni sebagai media pengobatan yang dikaitkan dengan sistem religi. Mereka menganggap seni dapat dipergunakan sebagai media untuk berhubungan dengan alam gaib (baik itu hubungan dengan roh nenek moyang ataupun dengan Tuhan). Pencerminan seni dan religi ini dapat berupa dalam bentuk tari-tarian ataupun nyanyian sebagai penggambaran keinginan yang mereka harapkan dari dunia gaib tersebut. Biasanya kegiatan ini dilaksanakan secara bersama-sama dengan tata cara yang telah ada di dalam kelompok. Ritual ini biasanya dipimpin oleh sesorang yang biasa disebut sebagai dukun, yang memiliki kedudukan penting di dalam kelompok tersebut, biasanya yang memiliki kepandaian ini merupakan “primus interpares”.

Selain dengan religi, seni juga dapat dijadikan sebagai media pengobatan. Dimana proses ini masih sangat erat kaitannya dengan sistem religi. Dengan menggunakan keahlian sang dukun tadi maka pengobatan dapat dilakukan, yakninya dengan menggunakan tari-tarian dan nyanyian sebagai media untuk mengobati penyakit yang diderita oleh seseorang.

Seiring dengan perkembangan zaman maka dunia pengobatan pun secara perlahan-lahan telah mengalami modernisasi di dalam bidangnya. Dimana biasanya masyarakat hanya menggunakan pengobatan tradisional untuk berobat, secara perlahan beralih kepada pengobatan dengan menggunakan alat-alat modern dan canggih. Melihat perkembangan ini maka tak ayal lagi pengobatan tradisional secara perlahan-lahan mulai redup kemudian tenggelam.

Namun, ditengah gejolak perkembangan dunia pengobatan yang modern tersebut, ternyata masih terdapat pengobatan trasdisional yang menggabungkan antara unsur seni, religi dan pengobatan walaupun hal ini tidak terlalu muncul kepermukaan atau ke masyarakat. Pengobatan tersebut adalah Anak Balam atau yang biasa juga disebut dengan Bundo-bundo atau Bujang Gara, Akuan dan Daun Bira. Cara pengobatan ini terdapat di daerah Surantih Kec. Sutera Kab. Pesisir Selatan. Ketiga pengobatan ini menggunakan seni dan sistem religi sebagai medianya.

Tradisi Anak Balam ini dapat dikatakan unik dari masyarakat Surantih, dikarenakan tradisi ini tidak begitu menonjol kepermukaan, hanya banyak diketahui oleh masyarakat setempat saja dan hanya ditemukan di Surantih. Anak Balam merupakan pengobatan secara tradisional khas Nagari Surantih yang menggabungkan unsur mistik didalam pengobatan tersebut.

Anak Balam atau sering juga disebut masyarakat setempat dengan nama Bundo-bundo maupun Bujang Gara berawal dari cara pengobatan dengan menggunakan dendang yang disebut dengan babancang. Pengobatan ini dipadukan dengan kemampuan olah batin yang dimiliki oleh khalifa atau yang disebut juga dengan pituanan, merupakan sebutan bagi orang yang melakukan pengobatan Anak Balam. Dalam melaksanakan pengobatan ini dilakukan teknis menyerikati atau menggabungkan tubuh kasa (fisik) dengan tubuh aluih (roh), dalam Anak Balam roh disebut dengan dewa.

Tata cara pengobatan ini sang pasien terlebih dahulu akan ditidurkan, kemudian khalifa mulai memanggil dewa yang berasal dari gunung dengan cara berdendang. Dewa ini kemudian akan masuk kedalam tubuh si pesakit, setelah dewa masuk kedalam tubuh maka si pesakit dengan tidak sadar akan segera bertingkah seperti orang kesurupan, yang semula tidak bisa bergerak menjadi dapat bergerak dengan mudahnya bahkan ada yang sampai lari dari ruangan tempat pengobatan dilakukan. Sewaktu kesurupan inilah si pesakit akan mengeluarkan keluh-kesah yang ia rasakan terhadap penyakit yang dideritanya. Pengobatan ini biasanya dilakukan pada malam hari dan bisa berakhir hingga pagi hari. Dalam perkembangannya Anak Balam saat ini bukan saja sekedar dendang pengobatan biasa akan tetapi lirik atau syair dendangnya telah diolah dan dimainkan dalam rabab.

Akuan hampir sama dengan Anak Balam, sama-sama memakai media mistik sebagai cara pengobatan penyakit. Akan tetapi, terdapat perbedaaan yang mencolok dari kedua pengobatan tradisional ini. Dalam Anak Balam si pesakit langsung diobati dan berada satu ruangan dengan khalifa (orang yang bisa mengobati melalui cara Anak Balam), sedangkan dalam Akuan, memang untuk pengobatan pertama si pesakit berhadapan langsung dengan yang mengobati akan tetapi, untuk tahapan selanjutnya roh yang dikirim untuk mengobati si pesakit akan langsung mengobati si pesakit ketempat dimana ia berada, artinya untuk tahapan pengobatan selanjutnya si pesakit tidak perlu lagi harus bertatapan langsung dengan orang yang mengobati (melalui jarak jauh).

Daun Bira, juga merupakan teknik pengobatan dengan menggunakan unsur magis dan jarak jauh. Perbedaaan pengobatan ini dengan Anak Balam dan Akuan adalah, pada pengobatan ini menggunakan daun sebagai medianya untuk mengobati si pesakit. Bagian daun dianggap sebagai tubuh si pesakit kemudian secara perlahan-lahan bagian yang sakit yang diumpamakan pada daun tadi diurut secara perlahan-lahan.

Dengan perkembangan yang telah ada saat ini secara perlahan-lahan pengobatan tradisional ini mulai hilang, bahkan orang yang ahli dalam pengobatan ini saat sekarang sudah jarang ditemui. Perkembangan zaman tak seharusnya menghilangkan budaya khas yang telah ada dalam suatu masyarakat, akan tetapi dapat menjadi suatu simbol bagi ciri khas masyarakat tersebut.

Tidak ada komentar: